PENGALAMAN AWAL KE BROMO
By: Fansiska Riski P.
Udara pagi yang terasa tak
begitu dingin membuatku teringat bahwa hari ini tempat tanggal 30 Mei 2013.
Hari kamis yang sangat aku tunggu-tunggu, bukan karena aku akan keluar dengan
someone. Tapi ini adalah hari dimana aku akan berjalan-jalan ketempay wisata
yang berbasis nasional. Dimana lagi kalau tak ke Bromo, itu adalah satu tempat
yang mulai dulu sangat aku impikan. Yah meskipun awalnya selalu terkendala
dengan kaki ku yang bermasalah, tapi tekat ku sudah bulat. Aku harus kesana,
kepuncak gunung Bromo.
Jam dinding kosan ku sudah
menunjukan pukul 09:15 WIB. Ini saatnya aku menjemput sang supir tercinta. Yah
maklum masak aku kesana harus nyetir sendiri, tak mungkin lah. Harus ada yang
berkorban memboncengku dong. Sedikit maksa sih tapi aku sudah sangat
benar-benar penasaran akan keindahan alam gunung Bromo.
Sampai rumah Arie supir
pribadi yang paling setia dihatiku, aku langsung mengajaknya agar mempercepat
packing. Maklum lah hari sudah semakin siang takutnya sampai sana sore dan kita
aja belum tahu tempat penginapan yang murah. Tepat pukul 10.30 kita berangkat
dari kediaman sang supir tercinta.
Lama perjalanan yang akan
ditempuh kira-kira sekitar 3jam lebih. Tapi itu amat sangat lebih ketika kita
berdua benar-benar tak tau arah kemana jalur yang akan membawa kita ke Bromo.
Dari pertigaan yang lurus kearah Probolinggo kota dan yang kekanan Surabaya.
Kita malah lurus terus, yah kata-kata salah jalan ditambah lagi nyasar pun tak
terhelakan lagi dipercakapan kami. Dan kita memutuskan untuk kembali ke jalan
awal dan mencari rambu-rambu petunjuk jalan.
Setelah kita keluar dari
Probolinggo kota akhirnya kita menemukan rambu-rambu yang menunjukan mana arah
Bromo yang sebenarnya.
Perjalanan pun berlanjut
sampai kita mencari masjid untuk sholat dzuhur. Berkilo-kilo jalan tetapi tak
ada masjid yang bisa dipakai, karena semua masih dalam tahap renovasi. Tapi
kita tak patah semangat pasti ada tempat untuk kita beribadah.
Melihat bahan bakar yang
semakin menipis, kita memutuskan untuk mencari SPBU. Dan kita pun ingat bahwa
disetiap tempat SPBU pasti ada mushollah. Ternyata itu terbukti, setelah
pengisian bahan bakar selesei kita melanjutkan untuk sholat dzuhur.
Jam tanganku menunjukan
pukul 14:00 yang seharusnya kita sudah sampai atas malah masih ada di SPBU. Tak
usah banyak basa-basi lagi kita segera melanjutkan perjalanan. Perjalanan kali
ini kira-kira memakan waktu 1jam lah. Perjalanan kali ini ada yang berbeda,
karena hawa dingin sudah mulai menusuk-nusuk kulitku.
Ditengah perjalananku
mencari penginapan, tiba-tiba dipinggir jalan kita di stop oleh penduduk setempat. Ternyata mereka menawarkan jasa
penginapan pada kita. Lalu kita putuskan untuk melihat terlebih dahulu apakah
penginapan tersebut cocok dengan kami. Sesampainya dipenginapan, ternyata kamar
yang yang disewakan cukup bagus dan menurutku ini sangat pas buat aku. Harganya
pun pas buat anak pelajar seperti kami ini, yah maklum bawanya pas banget sih.
Padahal awal pemikiran kita
sebelum ke Bromo kita akan sulit menemukan penginapan yang pas untuk kita.
Ternyata Allah SWT memudahkan perjalanan ku pertama kalinya ke Bromo ini.
Ibu yang menawarkan
penginapan kepada kami ternyata bukan pemilik dari penginapan ini. Tapi beliau
hanya sebagai penjaga dan yang menawarkan penginapan pada pengujung. Suaminya
pun sama seprofesi dengannya. Selain menawarkan jasa mereka juga bertani
sebagai mata pencarian kedua.
Kami pun diajak kerumah
mereka yang sangat sederhana, tetapi dari kesederhanaan itulah kami mendapatkan
sebuah suasana yang beda dari yang lain. Dimana kita bukan diperlakukan sebagai
tamu tapi melainkan mirip seperti anak. Mungkin dimata mereka kita yang masih
pelajar dan tak tau apa-apa ini lebih cocok diperlakukan sebagai anak daripada
tamu. Semua itu terlihat jelas sekali ketika kami dibuatkan penghangat dari
kayu dan arang, membuatkan kami segelas susu coklat hangat, memberikan kita
makan sore, tak lupa lagi mereka juga memberikan suatu cerita yang didalamnya
terdapat pesan-pesan penting untuk masa depan kami.
Mereka pun bercerita banyak
dari kisah hidup mereka kepada kami. Mulai dari pekerjaan mereka, mahalnya
biaya kelahiran disana. Sampai-sampai ibu Rana bercerita kepada ku bahwa kalau
penduduk sini Cuma punya uang 15juta lebih baik tak usah punya anak. Padahal
kita tahu kalau dinegara kita ada kartu gratis berobat. Tapi penduduk Desa
Ngadas ini lebih memilih membayar dari pada harus gratis. Alasannya karena
lebih cepat ditangani begitulah yang diceritakan Bu. Rana pada kami. Tetapi
bukan hanya biaya kelahiran saja tetapi ada sebuah ritual bila disalah satu
rumah warga ada yang baru mempunyai anak itu harus diselameti. Kata pak Rana
minimal 1minggu itu waktu untuk selametannya.
Makan bersama keluarga kecil
pak Rana memang sangat berkesan dihatiku. Apa lagi aku diberi sayuran khas
daerah sana meskipun aku tak begitu paham dengan namanya tapi sayuran itu
terasa enak dilidahku. Ada yang membuat suasana semakin berwarna ketika Arie
sang supir cintaku mengambil sambal sebanyak satu sendok makan. Padahal bu.
Rana sudah bilang pada ku, kalau cabai terong daerah sana pedesnya itu ngalahin
cabai rawit. Ehh ini anak malah enak banget ngambil satu sendok. Yahh tewas tuh
anak sampai kepedesan. Tapi dia bilang meskipun pedes tapi seger.
Selesei makan kita diajak
untuk jalan-jalan sore sampai menjelang malam. Kita diajak berjalan-jalan
didepan hotel Lava View, hotel yang mengarah langsung ke Gunung Bromo.
Pemandangan petang yang asik ketika aku sampai ditempat tersebut. Dinginnya
saat itu membuatku semakin ingin bergerak berjalan-jalan kedaerah sekitar. Pak
Rana menjelaskan bahwa sebenebarnya masih ada daerah-daerah lain selain Gunung
Bromo. Ada air terjun juga ternyata disini, juga tempat pendakian yang bagus
dan tak lupa ada juga gua kramat yang bisa mengabulkan keinginan. Semua tempat
itu ingin sekali aku datangi tapi mungkin tak sekarang namun lain kali saja.
Lama kita memandangin
keindahan Bromo dari Lava View tiba-tiba ada pengunjung lain yang datang.
Mereka datang dari Bali untuk liburan bersama teman-temannya. Disana kita mulai
bercengkrama dan akrab. Saling bertanya-tanya dan bercanda gurau, yang mungkin
untuk menghangat suasana yang semakin malam semakin dingin saja.
Setelah lama di Lava View
kita pindah tempat lagi ke Bromo Permai. Bromo Permai ini juga hotel yang bagus
tapi pasti mahal banget dan itu bukan kita banget. Disana kita bertemu dengan
teman-teman yang seprofesi dengan pak Rana. Mereka ikut bercengkrama dengan
kami sepanjang pentang. Didalam percakapan di depan Bromo Permai tiba-tiba bu.
Rana bercerita bahwa sebelum ke lautan pasir dikanan jalan ada pohon kramat.
“Lebih baik sebelum masuk ke
lautan pasir memberi sesajen dipohon itu biar selamat, sesajennya bisa dalam
bentuk uang mbak”, jelas bu. Rana dengan menahan dinginnya udara disana.
Pukul 18:30 saatnya kita
balik kepenginapan untuk istirahat, mengumpulkan tenaga untuk esok harinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar